Rifanfinancindo - Obat chloroquine dan hydroxychloroquine disinyalir efektif mengobati atau mencegah COVID-19. Namun, kedua obat yang belum diuji klinis secara luas itu menimbulkan kekhawatiran efek samping terhadap jantung.
Kini, uji coba chloroquine di Brasil telah dihentikan, rumah sakit di Swedia diperingatkan untuk tidak menggunakan obat tersebut untuk COVID-19 serta perhimpunan kardiologi Amerika mendesak dokter untuk menyadari potensi implikasi serius penggunaan obat kepada orang dengan penyakit kardiovaskular. Saat ini, belum ada pengobatan COVID-19 yang disetujui Food and Drug Administration AS. Tetapi agensi telah mengeluarkan otorisasi penggunaan darurat chloroquine dan hydroxychloroquine untuk mengobati pasien yang dirawat di rumah sakit dengan COVID-19.
Baca juga :
"Jika kita tidak begitu panik tentang virus ini, kita akan menunggu dan melihat apakah obat tersebut efektif," kata Direktur Vaccine Education Center, Paul Offit, dikutip dari CNN, Rabu (15/4/2020).
Chloroquine mirip dengan hydroxychloroquine. Menurut profesor kedokteran pencegahan dan penyakit menular di Vanderbilt University School of Medicine, William Schaffner, hydroxychloroquine telah digunakan setidaknya di bagian dunia yang lebih maju untuk pengobatan lupus dan lebih aman. Komplikasi terhadap Jantung Baru-baru ini, laporan dari Pentagon yang ditulis dokter militer setebal 51 halaman memberi peringatan kepada seluruh dokter di Amerika. Bahwa chloroquine dan hydroxychloroquine memiliki efek samping toksik dan sebabkan komplikasi jantung. Komisaris FDA Stephen Hahn menyampaikan, seputar keamanan dan kemanjuran obat hydroxychloroquine sebagai kemungkinan pengobatan untuk COVID-19. "Ada beberapa laporan, hydroxychloroquine efektif untuk COVID-19, tapi harus uji klinis," kata Hahn. "Saya pikir penting untuk menunjukkan, ada bukti mendukung uji coba obat tersebut. Dan kami benar-benar berharap melihat data-data untuk menilai keamanan dan kemanjuran obat." Pejabat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sedang menunggu hasil studi evaluasi penggunaan chloroquine dan hydroxychloroquin. Selain itu, dokter juga diperingatkan ikut serta mencari efek samping dari kedua obat. Untuk memastikan, obat tidak membahayakan. Berhenti Gunakan Chloroquine dan Hydroxychloroquin Pekan lalu, American Heart Association, American College of Cardiology dan Heart Rhythm Society mengeluarkan, pedoman tentang pertimbangan kardiovaskular untuk penggunaan hydroxychloroquine dan azithromycin dalam mengobati virus Corona.Inti dari isi pedoman, dokter harus mempertimbangkan potensi implikasi serius bagi orang dengan kardiovaskular. "Walaupun obat-obatan ini dapat bekerja melawan COVID-19 secara individu atau kombinasi, kami sarankan untuk berhati-hati dengan obat-obatan untuk pasien dengan penyakit kardiovaskular," jelas Presiden American Heart Association Robert Harrington. Rumah sakit di Swedia diarahkan untuk tidak menggunakanchloroquine dalam mengobati COVID-19. Magnus Gisslén, profesor dan dokter senior di Rumah Sakit Universitas Sahlgrenska di Gothenburg, Swedia, hal itu juga berlaku untuk hydroxychloroquine. "Penggunaan klorokuin di luar uji klinis tidak dianjurkan. Kami berhenti menggunakannya beberapa minggu yang lalu setelah penggunaan obat yang sangat terbatas," kata Gisslén. Gisslén dan rekan-rekannya melihat efek serius pada jantung terkait penggunaan obat. Efek samping yang diketahui berupa serangan jantung dan berujung kematian. Rifanfinancindo, Sumber : liputan 6
0 Comments
Rifan Financindo - Data yang dikumpulkan Global Health dengan dukungan CNN juga menemukan, di beberapa negara ada banyak pria yang didiagnosis virus corona meninggal dunia.
Sementara laman Aljazeera melaporkan, data ini sebenarnya pertama kali dicatat di China. Mereka mengungkapkan 2,8 persen pria yang tertular virus meninggal dunia, dibandingkan dengan 1,7 persen wanita yang tertular. Temuan ini juga terbukti di Italia, dimana tingkat kematian saat ini 7,2 persen pada pria dan 4,1 persen pada wanita.
Baca juga :
PT Rifan Financindo - Nyamuk merupakan vektor penyakit yang cukup terkenal seperti virus DBD, Malaria, Zika, West Nile, Chikungunya dan beberapa jenis penyakit lainnya yang dapat membuat manusia sakit. Lalu, bisakah Covid-19 juga disebar melalui vektor nyamuk?
Dengan menghangatnya suhu udara saat ini dan seluruh pekerjaan dialihkan ke rumah, bisa saja nyamuk menggigit Anda tanpa tahu ia membawa sesuatu dengannya. Seluruh virus corona (termasuk MERS dan SARS) merupakan keluarga besar virus yang umumnya menulari manusia. Namun baru-baru ini peneliti menemukan dugaan penularan virus dari manusia ke hewan seperti kasus harimau Malaya di BronX Zoo yang positif Covid-19.
Baca juga :
Ada juga laporan selain itu yang menyatakan kalau manusia menulari hewan peliharaannya (kucing dan anjing).
Hal ini tentunya membuat kita bertanya-tanya, bagaimana jika seekor nyamuk menggigit manusia yang terinfeksi Covid-19, lalu menggigit manusia lainnya yang sehat seperti kasus virus Zika, bisakah penyakitnya ditransfer? "Tidak ada laporan penyebaran virus corona ke manusia oleh nyamuk," ujar Dr. Mary Schmidt, spesialis penyakit infeksi, seperti dilansir Fox News. "Jika ini merupakan jalur transmisi, kami seharusnya sudah melihatnya terjadi di Timur Tengah, yaitu awal ditemukannya MERS yang disebabkan oleh virus corona pada 6 tahun yang lalu. Berdasarkan studi Schmidt berkata demikian berdasarkan referensi studi yang menunjukkan kalau nyamuk menghisap darah yang mengandung virus corona MERS. "Nyamuk tersebut harus menelan virus saat makan (menghisap darah), lalu virus akan bereplikasi di dalam jaringan virus kemudian mengalami replikasi dalam jaringan usus. Setelah mereplikasi diri, termasuk di kelenjar ludah, akhirnya dilepaskan melalui sekresi ludah, sehingga virus dapat diinokulasi ke dalam kulit dan pembuluh darah kulit host (manusia) selama makan (menghisap darah manusia) berikutnya," kata Schmidt. Mengingat temuan tersebut, Schmidt mengatakan kalau nyamuk juga harus dimonitor. American Mosquito Control Association (AMCA) juga mengatakan akan terus memonitor situasi bersama dengan pejabat kesehatan masyarakat. Pada awal Maret, World Health Organization (WHO) mengatakan masih belum ada informasi ataupun bukti yang menyatakan COVID-19 bisa ditransmisikan melalui nyamuk. PT Rifan Financindo. Sumber : Liputan 6
Rifanfinancindo - Tinggal di rumah saja selama masa karantina corona bisa membuat sejumlah orang bertambah stres, dan kurang polusi. Tapi, kulit Anda bisa lebih kering dan berjerawat. Bagaimana mengatasinya?
Dokter kulit berlisensi Dr. Winlove Mojica menjelaskan beberapa perawatan untuk masalah kulit umum yang dihadapi mengutip GMA News. 1. Kulit kering Semua orang dianjurkan rajin mencuci tangan agar terhindar dari penularan COVID-19. Sayangnya, sering cuci tangan maupu menggunakan sanitizer itu mungkin merugikan kita dan bagian tubuh lainnya.
Baca juga :
Rifan Financindo - Awalnya, para dokter mengatakan kalau virus corona tidak berisiko bagi wanita hamil. Namun, kini saat situasi tak kunjung membaik, virus ini ternyata cukup membuat para wanita hamil cemas.
"Melahirkan di tengah-tengah pandemi saja sudah cukup membuat cemas," ujar Dr Edith Bracho-Sanchez, asisten profesor pediatri di pusat medis Irving Columbia University, New York, kepada Fox News. "Rumah Sakit kami telah berusaha keras memantau ada-tidaknya gejala pada para ibu, bayi, dan pengunjung, serta memonitor ketat mereka yang dites positif."
Baca juga :
Menurut Leana Wen, seorang dokter yang juga mantan komisioner kesehatan Baltimore dan mantan Presiden Planned Parenthood, wanita hamil memerlukan perhatian khusus karena perubahan sistem imun mereka, serta fisiologis tubuhnya. Namun ada beberapa usaha untuk melindungi bayi baru lahir, seperti yang dilakukan di beberapa negara.
"Ini tentu menyulitkan bagi para calon ibu, terutama disaaat-saat yang sulit (proses persalinan)," ujarnya. Ancaman terbesar wanita hamil Menurut sebuah studi baru yang dirilis Senin (6 April) oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), ancaman terbesar sepanjang sejarah coronavirus yaitu yang berkaitan dengan anak-anak. Dari 2.500 kasus coronavirus anak yang dianalisis di AS; bayi (0-1 tahun) lebih mungkin dirawat di RS daripada usia yang lebih tua. Ini diasumsikan karena kurangnya kekebalan tubuh seorang bayi. "Bayi memiliki tingkat rawat inap yang lebih tinggi secara signifikan daripada kelompok usia anak lainnya. Dari 95 bayi, 62% dirawat di rumah sakit. Tingkat perkiraan untuk anak-anak berusia 1-17 tahun adalah sekitar 14%," tulis CDC. Ini bertentangan dengan persepsi pada awal wabah, yang menyebut kekebalan tubuh anak lebih kuat melawan virus. Dalam studi ini ditemukan, beberapa anak mengalami gejala yang parah. Setidaknya ada 147 pasien dirawat di rumah sakit, dan lima dirawat di Ruang ICU sedangkan tiga anak meninggal. Temuan ini selaras dengan yang terjadi di Wuhan, Cina, tempat virus pertama ditemukan. Mereka yang memeriksa 2.100 pasien anak menyimpulkan bahwa lebih dari 90 persen infeksi virus korona di kalangan anak-anak justru lebih berisiko karena tidak menunjukkan gejala. Dan bayi justru lebih rentan. Pada awal Februari, bayi yang baru lahir di China dites positif terkena virus corona hanya 30 jam setelah kelahiran, yang kemudian menandai kasus termuda yang diketahui. Media pemerintah melaporkan bahwa ibu tersebut dites positif sebelum melahirkan, tetapi tidak jelas apakah bayi tersebut tertular sejak di dalam rahim atau selama / setelah persalinan. “Meski bayi yang positif hanya mengalami gejala ringan, namun beberapa bayi mungkin memiliki kelainan pada hasil rontgen dada. Dalam beberapa penelitian ini juga telah diperlihatkan bahwa bayi dapat melepaskan virus pada tinja selama beberapa minggu setelah ia terinfeksi," kata Karin Nielsen, Professor of Clinical Pediatrics dari Division of Infectious Diseases di UCLA. Berdasarkan data yang ada, tidak ditemukan Covid-19 pada ASI dan cairan ketuban. Namun, itu masih merupakan studi pendahuluan dan masih banyak yang belum diketahui terkait dampak Covid-19 pada kehamilan. Wanita hamil yang berisiko bahkan tanpa adanya pandemi sekalipun, seperti hamil terlalu tua (lebih dari 35 tahun), hamil terlalu muda (kurang dari 20 tahun), dan sebagainya tentu cemas akan infeksi dan kontaminasi yang mungkin akan mereka alami. Namun dokter menyarankan untuk setiap wanita hamil rutin kontrol ke dokter. Rifan Financindo. Sumber : Liputan 6
PT Rifan Financindo - Ada anggapan yang beredar, ruangan ber-AC dapat memengaruhi penyebaran virus Corona COVID-19. AC diduga dapat menurunkan suhu dan kelembapan sehingga menjadi kondisi menguntungkan virus Corona menyebar.
Menurut praktisi kesehatan Ari Fahrial Syam, penyebaran virus Corona tidak berpengaruh pada ruangan yang ber-AC. "Virus Corona tidak ada (menyebar) di udara atau airborne. Jadi, tidak terpengaruh dengan sirkulasi AC," ujar Ari dalam keterangan yang diterima Health Liputan6.com melalui pesan singkat, ditulis Senin (6/4/2020).
Baca juga :
Rifanfinancindo - Sesuai anjuran pemerintah dan WHO, seluruh masyarakat Indonesia mulai kini harus menggunakan masker saat bepergian ke luar rumah untuk mencegah penyebaran COVID-19. Dalam hal ini, penggunaan masker tidak lagi ditujukan hanya untuk orang yang sakit tapi juga untuk mereka yang sehat.
Juru Bicara Penanganan COVID-19 di Indonesia, Achmad Yurianto sempat menegaskan, masyarakat dapat menggunakan masker kain, karena masker bedah dan N95 ditujukan khusus bagi petugas kesehatan yang menangani Corona. Adapun rekomedasi Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika (CDC) dalam penggunaan masker tersebut yaitu berdasarkan studi terbaru terkait transmisi virus.
Baca juga :
"Beberapa orang yang membawa virus corona tidak menunjukkan gejala (asimptomatik) serta mereka yang menunjukkan gejala (pre-simptomatik) dapat mentransmisi (memindahkan) virus ke orang lain sebelum gejalanya muncul," menurut CDC, dikutip Menshealth. Ini artinya, virus bisa menyebar di antara orang yang berinteraksi dengan jarak dekat, misalnya saat berbincang-bincang, saat batuk atau saat bersin, bahkan mereka yang tidak mengidap gejalanya. Apakah Masker Kain Melindungi Anda dari COVID-19? Dilansir dari Women's Health Mag, masker kain cukup efektif menahan droplet yang keluar dari mulut atau hidung Anda saat berada di tempat umum seperti pasar, apotek, dan sebagainya, yang sulit dihindari untuk mempraktikkan social distancing. Karena beberapa orang merupakan silent carrier COVID-19 yang asimptomatik. Selain itu, penggunaan masker diklaim dapat mencegah Anda menyentuh hidung dan mulut secara langsung. Lantas, seperti apa masker yang direkomendasikan? New York Times merilis cara menjahit masker sendiri. Namun jika Anda tidak memiliki mesin jahit atau kemampuan menjahit itu sendiri, Anda bisa menggabungkan kain di sekitar Anda. Untuk saat ini, belum ada studi yang menentukan kain jenis apa yang bisa melindungi Anda dari Covid-19 ini. Namun, satu studi dari jurnal Disaster Medicine and Public Health Preparedness memeriksa kemampuan penyaringan berbagai jenis kain yang berbeda dan bagaimana kain tersebut bisa melindungi pemakainya saat pandemi influenza ini. Kain terbaik Berikut ini hasil studi terkait kain yang paling efektif berdasarkan studi tersebut, yaitu: - Sarung bantal dan kain dari 100% katun merupakan bahan paling cocok untuk DIY masker wajah, berdasarkan studi tersebut. Peregangan dari bahan kain tersebut juga bisa pas di wajah orang, yang merupakan poin penting dalam menyaring partikel. - Kantong penyedot debu yang memiliki efisiensi penyaringan yang sangat baik, namun, karena bahannya kaku dan tebal, bahannya cenderung tidak pas di wajah. Artinya tidak cocok digunakan sebagai masker, karena masih bisa ada celah yang memungkinkan partikel masuk ke hidung dan mulut. - Scarf dan kain sutera juga kurang memberikan perlindungan daripada bahan-bahan sebelumnya. Namun, kelemahan dari studi ini yaitu tidak ada perhitungan seberapa baik bahan-bahan tersebut dalam mencegah COVID-19. Selain itu, tidak semua sarung bantal, kain, atau scarf terbuat dari bahan yang sama. Menurut Dr. Shan Soe-Lin, PhD, dosen kesehatan global di Universitas Yale, semakin tebal kainnya, semakin baik. Jika menggunakan kain seperti bandana atau scarf, dobel kain tersebut karena bahannya tipis. Dan setelah terpasang, harus selalu terpasang hingga Anda kembali ke rumah. Jadi, hingga muncul informasi terbaru terkait bahan terbaik untuk digunakan sebagai masker, pertahankan prinsip berikut ini. 1. "Kenyamanan harus menjadi faktor penting untuk masker kain," menurut penelitian Disaster Medicine and Public Health Preparedness. 2. Maskernya harus menutup rapat/pas di wajah. Masker yang longgar hampir tidak membantu sama sekali dalam menghalau virus. Namun, yang perlu diingat juga yaitu memakai masker saja tidak cukup untuk mencegah penyebaran Covid-19, sebab langkah lain seperti mencuci tangan dan physical distancing tetap penting. Serta masker kain Anda harus diganti dan dicuci setiap hari. Rifanfinancindo. Sumber : Liputan 6
Rifan Financindo - Sejak munculnya wabah Covid-19, American Academy of Ophthalmology mengimbau setiap pengguna lensa kontak untuk mengenakan kacamata. Hal ini disebut bisa meminimalisir infeksi virus corona, penyebab Covid-19.
Menurut para ahli, seperti dilansir WebMD, ada beberapa alasan kenapa seseorang perlu menghindari lensa kontak, yaitu:
Baca juga :
Buka Kelas Online untuk Nakes, CISDI Sebut Faskes Tingkat Pertama Juga Berperan Penting Tangani COVID-19
1. Membuat mata gatal Hal itu karena lensa kontak dapat menyebabkan iritasi dan gatal-gatal. Atau jika sesuatu masuk ke mata Anda (biasa kita sebut dengan kelilipan), tentu membuat Anda tidak nyaman dan tanpa sadar mengucek mata. Perlu Anda ingat pentingnya menhindari menyentuh area wajah, termasuk mulut, hidung dan mata. Karena jika tangan menyentuh sesuatu yang terkontaminasi virus lalu Anda mengucek mata maka Anda berpotensi menularkan pada diri Anda sendiri. "Itu karena mata terhubung dengan hidung, sehingga virus dapat masuk ke saluran pernapasan, tempat virus dapat berkembang. Kalaupun Anda sudah tidak ingin mengucek mata, gunakan tisu, alih-alih langsung jari Anda," tulis Michael Smith, MD, CPT, dokter bersertifikat sekaligus Kepala Editor Medis WebMD. 2. Membuat mata kering Mata kering juga bisa memicu keinginan untuk mengucek mata. Selalu sediakan beberapa tetes pelembab mata. Pastikan untuk mencuci tangan Anda sebelum meneteskan obat tetes mata tersebut ke mata Anda. 3. Manfaat kacamata dalam melindungi mata Kacamata dapat membantu melindungi mata Anda dari droplet seseorang yang terinfeksi Covid-19 yang bersin atau batuk. Meskipun droplet masih bisa masuk dari celah di samping, tapi dengan menggunakan kacamata, kita akan terhindar untuk menyentuh mata (karena terhalang kaca). Terlebih jika lensa kontak Anda menyebabkan mata gatal, Anda harus mempertimbangkan menggunakan kacamata selama beberapa minggu ke depan (hingga wabah mereda). Jika Anda tetap memutuskan menggunakan lensa kontak, jangan lupa untuk selalu mencuci tangan dengan air dan sabun selama minimal 20 detik setiap sebelum memasangnya atau melepasnya. Kini dua momen tersebut lebih penting daripada sebelumnya. Rifan Financindo. Sumber : Liputan 6
PT Rifan Financindo - Rasa tidak aman akibat virus corona masih terus menghantui sebagian besar masyarakat, khususnya di Indonesia.
Tak jarang saat ini kita melihat beberapa orang yang melakukan aktivitas menggunakan sarung tangan, entah sarung tangan karet untuk mencuci piring, sarung tangan karet medis, ataupun sarung tangan kain biasa. “Saya benar-benar menyaksikan orang-orang awal pekan ini mengenakan kantong plastik di tangan mereka,” kata ahli mikrobiologi Kelly Reynolds, Ph.D., direktur lingkungan, ilmu paparan dan pusat penilaian risiko di University of Arizona.
Baca juga :
Pertanyaannya sekarang, apakah dengan memakai sarung tangan kita akan aman dari tertular virus corona?
Reynolds menuturkan, pergi belanja tidak sebahaya yang Anda pikirkan. Kedua, menggunakan sarung tangan justru bisa membahayakan Anda. Mengacu pada video Youtube Dr. Jeffrey VanWingen, Chrysan Cronin, DrPH, MPH, seorang profesor kesehatan masyarakat di Muhlenberg College mengatakan, virus ini bisa bertahan di udara selama 3 jam dan pada permukaan bisa hingga 3 hari, berdasarkan laporan New England Journal of Medicine (NEJM). Sedangkan menurut Cronin, NEJM memang membuat laporan tersebut, tapi informasinya yang dijelaskan masih belum lengkap. Lalu Cronin mengutip kerja Carolyn Machamer, seorang profesor di Fakultas Kedokteran Johns Hopkins yang mempelajari coronavirus. "Yang dijelaskan tidak lengkap. Misalnya Dr. VanWingen mengatakan virus ini bisa bertahan di udara selama 3 jam dan pada permukaan bisa hingga 3 hari. Padahal, virus yang dapat bertahan selama itu di permukaan hanya ada sedikit atau kurang dari 0,1% setelah beberapa hari, sehingga sangat tidak mungkin menyebabkan infeksi, ditambah, kondisi laboratorium dan supermarket tidaklah sama," kata Reynolds. Reynolds mengatakan, partikel aerosol yang biasanya keluar dari seseorang jauh lebih ringan dan lebih kecil daripada di lingkungan eksperimental. Lalu karena pernyataan virus hilang setelah tiga hari, maka Anda meninggalkan belanjaan atau pesanan Anda di luar selama 3 hari. Itu juga tidak benar. Karena belum ada penelitian yang membuktikan keefektifannya. Belum lagi, Anda mungkin memulai kebiasaan mengusap setiap barang belanja dengan tisu basah atau menyemprotkan disinfektan karena khawatir belanjaan Anda pernah disentuh seseorang yang positif Covid-19. Atau mencuci sayur dan buah dengan sabun selama 20 detik. "Semua hal tersebut sebaiknya tidak Anda lakukan karena akan membahayakan kesehatan Anda, karena baik sabun maupun cairan disinfektan bisa mengiritasi sistem pencernaan bahkan dalam takaran sesedikit apapun," ujar Cronin. Ia lebih menyarankan mencuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh belanjaan Anda. Kalaupun ingin mencuci sayur dan buah, cucilah cukup dengan air bersih mengalir, seperti dilansir Menshealth. PT Rifan Financindo. Sumber : liputan 6
Rifanfinancindo - Menghadapi bulan suci Ramadhan umat Islam akan menunaikan ibadah puasa. Dokter spesialis gizi klinik Dr. Tirta Prawita Sari membagikan anjuran saat berpuasa di tengah pandemi COVID-19.
Saat dihubungi Liputan6 melalui sambungan telepon, ia mengatakan asupan gizi bagi orang yang berpuasa di tengah pandemi sama dengan anjuran gizi seimbang. “Asupan gizi sama saja, karena anjuran dietnya kan gizi seimbang. Jadi kalau sebelum pandemi sudah makan gizi seimbang, pada saat pandemi juga makan gizi seimbang. Perubahan asupan gizi hanya terjadi kalau tubuh kita mendapatkan pemicu dari luar,” ujarnya pada Rabu (1/4/2020).
Baca juga :
Pemicu dari luar dapat berupa infeksi, luka, baik infeksi COVID-19 maupun penyakit lainnya. “Kalau tubuh kita sehat, tidak ada infeksi, tidak ada luka, maka kebutuhan kita sama saja. Gak perlu ada perbedaan.”
Tirta menambahkan, tidak ada anjuran khusus untuk menghadapi puasa kali ini. Hal terpenting adalah menjaga tubuh agar tidak terinfeksi. “Kebersihan diri harus dijaga, jangan keluar, jangan lupa cuci tangan, jadi tubuh kita tidak usah berlebihan kalau tidak ada pemicu dari luar, kalau ada pemicu baru minum tambahan. Makan yang baik ikuti anjuran gizi seimbang itu cukup.” Anjuran untuk ODP dan PDPTirta juga memberi anjuran puasa bagi orang dalam pengawasan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP). Menurutnya ODP boleh puasa selama tidak ada gejala dan tidak memiliki kebutuhan untuk meminum obat secara rutin. Sedang, PDP dianjurkan untuk tidak berpuasa dulu mengingat asupan obat harus dikonsumsi secara rutin. “Prinsipnya sesuai kebutuhan saja, kalau ada obat yang perlu diminum ya tidak puasa.” Hal ini juga berlaku untuk orang dengan penyakit komorbid, seperti diabetes dan jantung. Asupan yang dibutuhkan tergantung pada penyakit yang diderita. Orang yang memiliki penyakit diabetes asupannya harus sesuai dengan anjuran dokter tentang asupan apa saja yang harus dikurangi. Begitu pula yang memiliki penyakit jantung. “Orang komorbid membuatnya lebih berisiko untuk terkena COVID-19. Dia harus menghindari, jangan sampai terinfeksi. Kalau ada kebutuhan maka asupan gizi harus ditambah, kalau tidak ya tidak perlu bahkan pada pasien komorbid sekalipun.” Asupan vitamin juga tidak diperlukan bagi orang yang pola makannya sudah benar sesuai gizi seimbang, imbuhnya. “Tambahan multivitamin dibutuhkan kalau kebutuhan tubuh bertambah, kalau tidak ya untuk apa minum multivitamin kan gak ada gunanya.” Tirta juga berpesan bagi masyarakat Indonesia yang akan berpuasa di tengah pandemi. Ia mengimbau masyarakat untuk mematuhi anjuran pemerintah untuk tetap di rumah. “Karena begitu kita terserang infeksi, kebutuhan kita akan lebih banyak. Makan yang seimbang, pastikan untuk memperhatikan cairan pada saat berbuka dan sahur. Multivitamin hanya ketika kita tahu bahwa kita butuh. Berikan pada orang lain yang sedang sakit atau pada dokter yang membutuhkan,” pungkasnya. Rifanfinancindo. Sumber : Liputan 6 |
AuthorWrite something about yourself. No need to be fancy, just an overview. Archives
April 2021
Categories |